Pemilu
dan HAM dalam HTN
Pengertian
Pemilu (Pemilihan Umum) menjadi bagian tak terpisahkan
dalam pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Setiap negara-negara yang
menganut sistem demokrasi senantiasa akan menyelenggarakan Pemilu. Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat, dan kratei yang artinya
kekuasaan. Pemilu dalam hal ini merupakan salah satu bagian dari sistem
pemerintahan demokrasi.
Di setiap negara, tata
cara pelaksanaan Pemilihan Umum berbeda-beda. Hal tersebut disesuaikan dengan
keadaan dan kondisi negara bersangkutan. Namun demikian prinsip dari Pemilu
tersebut kurang lebih sama, yakni pelaksanaan dari sistem demokrasi. Di negara
Indonesia Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Ketentuan-ketentuannya
diatur dalam UUD 1945 hasil amendemen, pasal 22 E, juga Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2003 tentang Pemilu.
a.
Tujuan Pemilu
Tujuan
Pemilu adalah untuk memilih para wakil yang duduk dalam pemerintahan atau DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Pemilu juga bertujuan
memilih Presiden/Wakil Presiden, dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).
b.
Jenis-jenis Pemilu
Sebagaimana
ketentuan UUD 1945 hasil amendemen, ada dua jenis Pemilu. Dua jenis yang
dimaksud meliputi :
1. Pemilu
Legislatif, yakni untuk memilih para wakil rakyat (DPR, DPD, dan DPRD provinsi
dan kabupaten / kota).
2. Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, untuk memilih presiden dan wakil presiden.
c.
Asas Pelaksanaan Pemilu
Dalam
asas pelaksanaannya, Pemilu dilakukan dengan langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Penjelasan dari asas pelaksanaan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Langsung
artinya para warga negara yang telah memiliki hak pilih harus memberikan
suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
2. Umum
artinya semua warga negara yang memenuhi persyaratan yang sesuai, berhak
mengikuti Pemilu. Selain itu, umum juga memiliki pengertian memberi jaminan
(kesempatan) secara menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa memandang suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, daerah, pekerjaan, maupun status sosial.
3. Bebas
berarti setiap warga negara yang telah mempunyai hak pilih, bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan.
4. Rahasia
artinya dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin kerahasiaannya, tidak ada
pihak lain yang mengetahui.
5. Jujur
berarti semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu (aparat,
pemerintah, pasangan calon (presiden dan wakil presiden) partai politik, tim
kampanye, para pengawas, pemantau, dan lain-lain) harus bertindak jujur sesuai
peraturan.
6. Adil
artinya dalam penyelenggaraannya Pemilu harus terhindar dari berbagai bentuk
kecurangan.
A. Penyelenggaraan
Pemilu
Sesuai dengan UUD 1945
hasil amandemen pasal 22 E, penyelenggara Pemilu adalah sebuah organisasi
mandiri yang bernama KPU (Komisi Pemilihan Umum). Susunan keorganisasian KPU
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
KPU Pusat, beranggota 11 orang.
2.
KPU Provinsi, beranggota 5 orang.
3.
KPU Kabupaten/Kota, beranggota 5 orang.
Dalam melaksanakan tugasnya, KPU
Kabupaten/Kota membentuk:
a.
PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan)
b.
PPS (Panitia Pemungutan Suara)
c.
KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara)
B. Tugas
dan wewenang KPU adalah :
Merencanakan penyelenggaraan Pemilu;
a. Menetapkan
organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan Pemilu;
b. Mengkoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan
c. Menetapkan
peserta Pemilu;
d. Menetapkan
daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota;
e. Menetapkan
waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara;
f. Menetapkan
hasil Pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota;
g. Melakukan
evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Pemilu melaksanakan tugas dan kewenangan
lain yang diatur undang-undang.
C. Kewajiban KPU
a. Memperlakukan
Pemilu secara adil dan serta guna menyukseskan Pemilu;
b. Menetapkan
standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. Memelihara
arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris KPU berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
d. Menyampaikan
informasi kegiatan kepada masyarakat
e. Melaporkan
penyelenggaraan, Pemilu kepada Presiden selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari
sesudah pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPR;
f. Mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran yang diterima dari APBN; dan
g. Melaksanakan
kewajiban lain yang diatur undang-undang.
1.
Tahapan-tahapan Pelaksanaan Pemilu
Ada beberapa tahapan
dalam proses pelaksanaan Pemilu. Tahapan-tahapan yang dimaksud dalam proses
pelaksanaan tersebut meliputi :
a.
Pendaftaran Pemilih
Untuk
dapat ikut memberikan suara, para calon pemilih Pemilu harus terdaftar. Waktu
pendaftaran paling lambat, enam bulan sebelum pelaksanaan Pemilu.
b.
Kampanye
Menurut
UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilu, kampanye dilakukan selama 3 minggu dan
berakhir 3 hari sebelum hari pemungutan suara. Kampanye merupakan ajakan dari
para peserta Pemilu. Kampanye dilakukan untuk meyakinkan para (calon) pemilih
serta untuk menjelaskan kepada para (calon) pemilih tentang program, visi,
serta misi.
c.
Pemungutan Suara
Pemungutan
suara merupakan inti dari penyelenggaraan Pemilu. Dalam kegiatan ini para
pemilih memberikan suaranya melalui kartu suara di TPS (Tempat Pemungutan
Suara) yang sudah disediakan.
d.
Penghitungan SuaraSetelah pemungutan
suara selesai, proses berikutnya adalah penghitungan suara. Penghitungan suara
dilakukan oleh tiap TPS secara terbuka dihadapan saksi dan masyarakat.
e.
Penetapan dan Pemungutan Hasil Pemilu
Penetapan atau
pengumuman hasil Pemilu dilakukan secara nasional oleh KPU. Batas waktu dari
penetapan atau pengumuman tersebut selambat-lambatnya 30 hari setelah
pemungutan suara.HAM dalam HTN
A.
Pengertian Hak Asasi Manusia
Istilah Hak Asasi
Manusia pertama kali muncul sebagai hasil dari Revolusi Perancis tahun 1789,
yang membebaskan warga negara Perancis dari kekuasaan raja sebagai penguasa
tunggal. Istilah yang digunakan adalah Droit de I’homme yang berarti hak
manusia.
Definisi HAM (hak asasi manusia) menurut
para ahli :
a.
Menurut John Locke :
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
Hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
b.
Menurut Meriam Budiardjo :
Hak
Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
c.
Menurut Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia :
Hak Asasi
Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
B.
Jenis-Jenis HAM
Dewasa ini hak asasi
manusia meliputi berbagai bidang kehidupan, di antaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Hak Asasi Pribadi (personal rights)
adalah hak: Kemerdekaan memeluk agama, Beribadat menurut agama masing-masing,
Menyatakan pendapat dan Kebebasan berorganisasi atau berserikat
2.
Hak Asasi Ekonomi (poperty rights)
adalah hak dan kebebasan: Memiliki sesuatu, Membeli dan menjual sesuatu dan
Mengadakan perjanjian atau kontrak
3.
Hak Persamaan Hukum (rights of legal
equality) adalah hak mendapatkan pengayoman dan perlakuan yang sama dalam:
Keadilan hukum dan Pemerintahan
4.
Hak Asasi Politik (political rights)
adalah hak diakui dalam kedudukan sebagai warga negara yang sederajat dalam
pemerintahan yang meliputi hak: Memilih dan dipilih, Mendirikan partai politik atau
organisasi dan Mengajukan petisi, kritik, atau saran
5.
Hak Asasi Sosial dan Kebudayaan (social
and cultural rights) adalah hak: Mendapat pendidikan dan pengajaran, Hak
memilih pendidikan dan Hak mengembangkan kebudayaan
6.
Hak asasi perlakuan tata cara peradilan
dan perlindungan hukum (procedural rights) misalnya hak mendapatkan perlakuan
yang wajar dan adil dalam: Penggeladahan, Razia, Penangkapan, Peradilan dan
Pembelaan hukum
C.
Perkembangan HAM di Indonesia.
1.
Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
a.
Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran
HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang dilakukan kepada pemerintah
kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat.
b.
Perhimpunan Indonesia, lebih
menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
c.
Sarekat Islam, menekankan pada usaha
untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan
deskriminasi rasial.
d.
Partai Komunis Indonesia, sebagai partai
yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat
sosial dan menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
e.
Indische Partij, pemikiran HAM yang
paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan
perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
f.
Partai Nasional Indonesia, mengedepankan
pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
2.
Periode Setelah Kemerdekaan
(1945-sekarang)
a.
Periode 1945-1950
Pemikiran
HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan
untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah
mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk
kedalam hukum dasar Negara (konstitusi) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM
pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1
November 1945. Selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk
mendirikan partai politik, yang tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945.
b.
Periode 1950-1959
Periode
1950-1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang
sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi
liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya
masing-masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul-betul
menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari
demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis.
Keempat, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif
sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
c.
Periode 1959-1966
Pada
periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada
sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan
presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan
inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran
infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak
asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d.
Periode 1966-1998
Setelah
terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar
tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM,
pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Begitu pula dalam
rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV
telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak-hak
Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga negara. Sementara itu, pada
sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami
kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan.
e.
Periode 1998-Sekarang
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan
dengan pemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam
kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian
tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya
terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrument Internasional
dalam bidang HAM.
D.
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Hak Asasi
Manusia di Indonesia.
Prinsip-prinsip pelaksanaan
HAM di Indonesia yaitu keseimbangan antara hak dalam kewajiban, relative,
keterpaduan, keseimbangan, kerjasama internasional yang saling menghormati,
taat pada peraturan, keterkaitan sistem politik, kesamaan antara harkat dan
martabat, hak memperoleh perlakuan yang sama, dan semua adalah tanggung jawab
pemerintah.
Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
seharusnya bangsa Indonesia menjalin kerja sama dengan bangsa yang lain supaya
terciptanya hubungan yang baik antar bangsa, serta menegakkan hukum
internasional yang berlaku dan disepakati bersama dengan memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan nasional.
Hak asasi manusia
dimiliki sejak manusia ada di muka bumi, seperti hak-hak kemanusiaan yang sudah
ada sejak manusia dilahirkan dan merupakan hak kodrat yang melekat pada diri
manusia. Pada dasarnya penegakan HAM berlangsung dalam kurun waktu yang lama
selaras dengan perjuangan mencari kesejahteraan hidup.
Hambatan dan Upaya-Upaya Penegakan Ham
di Indonesia
1.
Hambatan HAM dalam penegakan hukum.
a. Budaya
paternalistik.
Budaya
ini masih sebagian besar melekat pada
masyarakat indonesia. Contoh:
Penduduk masayarakat pedesaan yang patuh terhadap
sosok pemimpin suku. Walaupun pernyataannya tidak sesuai dengan HAM, namun
karena diucapkan oleh pemimpin karismatik, lalu dianggap benar.
b. Kesadaran
hukum yang rendah.
Kesadaran hukum yang rendah juga sangat
mempengaruhi, hal ini mengakibatkan keengganan masyarakat untuk melaporkan
pelanggaran-pelanggaran HAM. Di sebabkan karena mereka tidak ingin mencampuri
urusan orang lain.
c. Budaya
loyalitas.
Budaya ini menyangkut tentang suatu sikap kesetiaan/
loyalitas yang konotasinya sangat lah negatif, Yakni kepatuhan yang berlebihan.
d. Kesenjangan
antara teori dan praktik hukum.
Walaupun teori hukum yang kita miliki belum
sempurna, namun seharusnya sudah bisa diminimalkan. Tetapi dalam praktik belum
tentu terlihat aturan-aturan yang baik.
2.
Upaya penegakan / peningkatan perlindungan HAM.
a. Kebijakan, yaitu menata sistem hukum
nasional yang menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan rasa terpadu, kepastian
hukum dan penghormatan HAM.
b. Strategi, yaitu secara bertahap
memperbaharui / membuat produk hukum nasional yang tidak bertentangan dengan
prinsip penghormatan dan perlindungan.
Upaya-upaya yang dilakukan dalam
menerapkan penegakan dan perlindungan HAM dengan cara:
a.
Sosialisasi HAM dan hukum.
b.
Menyebarluaskan brosur-brosur tentang
HAM.
c.
Meningkatkan pengawasan terhadap HAM,
melalui media-media cetak / elektronik, ormas / LSM.
d.
Melaksanakan peradilan HAM secara
transparan.